Tidak terasa sudah saatnya bagi saya untuk menyusun daftar Film Indonesia Terbaik 2013 Versi Cinetariz.
Seperti baru kemarin saya meluangkan waktu untuk mengetik deretan
film-film nasional yang hendak mengunjungi khalayak ramai sepanjang
kuartal awal 2013, seperti baru kemarin saya berlari tiada henti kesana
kemari mengejar dosen pembimbing demi masa depan, seperti baru kemarin
saya resah tiada berkesudahan melihat nasib film Indonesia yang dihimpit
habis oleh summer movies keluaran raksasa Hollywood, dan seperti baru kemarin saya menciptakan guyonan bersama kawan-kawan dekat perihal Habibie & Ainun yang fenomenal. Waktu berlalu dengan begitu cepatnya, bukan?
Memasuki
minggu ketiga menghembuskan nafas di tahun anyar ini, saya pun kembali
meluangkan waktu untuk membuka kembali kenangan-kenangan manis yang
telah ditorehkan oleh perfilman Indonesia di hati saya. Dari setidaknya
100 judul film yang memeroleh kesempatan emas untuk menghiasi jaringan
bioskop nasional, tak sampai separuhnya yang meninggalkan kesan mendalam
bagi saya. Bahkan tatkala saya kudu memilahnya demi mencukupi kuota 20
film, tiada kesulitan berarti yang dihadapi. Secara keseluruhan, tidak
banyak kemajuan berarti di sektor perfilman nasional sepanjang kurun
waktu 2013. Para sineas masih berlomba-lomba menelurkan film biopik
serta adaptasi novel laris dengan harapan mampu dibanjiri penonton, lalu
film yang tidak jelas asal muasalnya dengan kualitas penggarapan yang
sangat memprihatinkan pun masih banyak ditemukan (beberapa diantaranya
malah tidak layak dipertontonkan di bioskop. Duh!).
Tapi
apakah ini berarti tahun 2013 adalah tahun yang suram? Ah, tidak juga.
Masih ada sejumlah sineas yang berani untuk melawan arus, mengeluarkan
ide-ide kreatif yang penuh kesegaran, dan menggarap karya-karya mereka
secara serius penuh perhatian. Dengan tidak terlalu banyaknya film
buatan dalam negeri yang benar-benar kuat ditilik dari berbagai segi,
maka mudah bagi saya untuk memilih deretan film Indonesia terbaik dari
tahun 2013. Dari setidaknya 25 film yang memberi presentasi mengagumkan,
saya memutuskan untuk meloloskan 18 film dengan perincian 5 film untuk Honorable Mentions (atau katakanlah, semifinalis) dan 13 film di daftar utama.
Honorable Mentions:
- Soekarno
Berikut ini adalah ke-13 Film Indonesia yang meninggalkan kesan mendalam untuk saya di sepanjang tahun 2013:
#13 Kemasukan Setan
Saya sama sekali tidak menduga akan dapat menikmati Kemasukan Setan
tatkala melangkahkan kaki ke bioskop. Film ini mampu mengobati
kerinduan saya akan tontonan seram murni tanpa bumbu komedi garing dan
eksploitasi tubuh perempuan dari Indonesia. Dalam menghadirkan teror,
alih-alih menggeber penampakan dengan scoring yang berdentum nyaris
setiap menit layaknya film horor Indonesia kebanyakan, Muhammad Yusuf
justru memilih untuk menyembunyikan para memedi. Kapan mereka akan
muncul? Dimana mereka akan muncul? Itu menjadi misteri yang lantas
membuat penonton senantiasa menerka-nerka dan bersiap-siap. Kemunculan
mereka dimaksudkan untuk menimbulkan efek kejut dan takut secara
bersamaan. Dan ya, saya akui itu terbilang berhasil. Ketika akhirnya
yang ditunggu-tunggu menampakkan sosoknya... bulu kudu seketika
berdiri.
#12 Belenggu
Teka teki rumit selayaknya kepingan-kepingan puzzle yang tersebar acak di lantai, visual a la film noir
yang senantiasa suram muram kelam, dan Imelda Therinne yang berbisa.
Ketika ketiganya ditemukan untuk kemudian dipersatukan, maka yang
terlahir adalah sebuah karya terbaik sepanjang karir Upi, Belenggu.
Menjelajahi area yang selama ini dikuasai oleh Joko Anwar, Upi tampak
bersenang-senang dan begitu bersemangat. Menghiasinya dengan tata
produksi yang sungguh mengagumkan, si pembuat film lantas mengajak
penonton untuk mengikuti permainan tebak menebak ‘ada kegilaan apa di
sini’ yang dikreasinya melalui cara yang mengasyikkan.
#11 Pintu Harmonika
Pintu Harmonika adalah
sebuah film omnibus yang merangkai kisah tentang cinta, keluarga, dan
kehidupan menjadi satu kesatuan dengan apik. Tiga sutradara wanita
pendatang baru; Ilya Sigma, Luna Maya, dan Sigi Wimala, ini berhasil
menghantarkan ide yang sejatinya sederhana ke dalam bahasa gambar yang
penuh kepekaan, emosional, mengena, menyentuh, menyenangkan, sekaligus
manis. Tatkala konflik utama yang lantas dikedepankan berwujud everybody’s story,
maka film lantas pula menjadi personal. Didukung deretan pemain yang
memainkan peran dengan mengagumkan, ditambah pula dengan sinematografi
cantik serta musik skoring dan soundtrack yang menyatu dengan film, Pintu Harmonika menjadi sebuah permulaan yang sangat baik untuk karir penyutradaraan ketiga sutradara wanita ini.
#10 Demi Ucok
Tidak menjadi persoalan apakah Anda memiliki darah Batak atau tidak. Demi Ucok sekalipun kerap bermain-main dalam humor yang cakupannya terbilang segmented
(baca: Batak banget), tetap bisa dinikmati oleh kalangan luas. Naskah
bernas buatan Sammaria Simanjuntak tersampaikan dengan apik berkat
pengarahannya yang lincah, akting serta chemistry manis dari para
pemain, serta departemen teknis (mulai dari tata artistik, musik,
hingga sinematografi) dimanfaatkan secara tepat guna. Jarang sekali saya
bisa tertawa puas menyaksikan sebuah film Indonesia di layar lebar.
Saya bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali mengalaminya. Ini
benar-benar sebuah pengalaman yang menggembirakan.
Apakah Anda ingin mengetahui seperti apa upaya dari Maxima Pictures untuk bertobat dan penampilan terbaik dari Vino G Bastian? Tampan Tailor akan menjawab rasa penasaran Anda. Dibangun dari premis yang seolah mengisyaratkan Tampan Tailor
akan menjadi tontonan penguras air mata yang begitu mendayu-dayu, pada
kenyataannya Guntur Soeharjanto malah menghantarkannya dengan ringan dan
dipenuhi kejenakaan. Ketimbang memandang segala sesuatu dengan pesimis
yang umumnya digambarkan melalui air mata yang senantiasa tumpah setiap
detik, si pembuat film justru memilih untuk mengumandangkan rasa optimis
tinggi dalam penceritaan yang mana terasa lebih efektif dalam menyentuh
lubuk hati yang terdalam.
Finding Srimulat
adalah sebuah ungkapan rasa cinta yang sangat tulus dan penuh makna
dari seorang pecinta Srimulat. Ini adalah kado tawa yang istimewa, tidak
hanya untuk para penggemar Srimulat tetapi seluruh lapisan masyarakat
di Indonesia. Digarap dengan menggunakan hati dan secara hati-hati,
Charles Gozali sanggup menghantarkan sebuah sajian yang luar biasa
cantik dengan kadar hiburan tinggi. Dalam film ini, Anda dapat tertawa
terpingkal-pingkal dan menyeka air mata di waktu yang bersamaan, atau
setidaknya berurutan. Penuh sesak dengan momen-momen mengesankan yang
patut untuk dikenang. Sungguh sebuah film yang sangat ‘MenSepona’..., eh
salah, mempesona maksud saya.
#7 Rectoverso
Rectoverso adalah sebuah film yang memiliki ragam rasa dan warna di dalamnya, but mostly,
cantik, manis, pahit, serta menyentuh. Sebuah tontonan yang indah, tapi
di saat bersamaan, merobek hati. Kelima sutradara pendatang baru di
sini telah memberikan sebuah langkah awal yang sangat menjanjikan,
khususnya Marcella Zalianty dan Olga Lidya dengan segmen ‘Malaikat Juga
Tahu’ dan ‘Curhat buat Sahabat’ yang luar biasa menawan. Kecakapan
mereka dalam mengarahkan mendapat dukungan yang solid dari Yadi Sugandi
dengan sinematografinya yang teramat sangat cantik, editing hebat dari
Cesa David Lukmansyah dan Ryan Purwoko sehingga kontinuitas perpindahan
setiap segmen terjaga dengan rapi, skoring indah dari Ricky Lionardi,
serta tentunya jajaran pemainnya yang rata-rata bermain dengan sangat
cemerlang.
Yang pertama terlontar dari mulut usai melahap Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck di layar lebar adalah ‘amboi... betapa eloknya film ini!’. Sunil Soraya yang sebelumnya mengomandoi Apa Artinya Cinta?
berhasil membungkam siapapun yang memertanyakan kapabilitasnya dalam
mengkreasi ulang karya sastra penting di Indonesia buah karya Hamka ini
ke medium layar lebar. Si pembuat film tak sekadar membuat penonton
berlinangan air mata secara beramai-ramai akibat jalinan kisah yang
mengharu biru serta mengoyak emosi, tetapi juga menyuarakan kembali
kritikan sosial, sentilan sentilun, dan pesan bernada reliji dari Hamka
yang termasuk dalam poin penting di dalam novel. Inilah yang lantas
menjadikan film menjadi kaya pula padat berisi karena tak melulu berujar
soal cinta terlarang, namun juga berbincang perihal kondisi sosial,
adat dan tradisi di sekitar – dalam hal ini, Minang – yang tersampaikan
dengan begitu mengena.
#5 Sokola Rimba
Sulit untuk tidak jatuh hati kepada Sokola Rimba.
Jelas, ini adalah salah satu film terbaik tahun lalu. Bagi Anda yang
bertanya-tanya, “kapankah Indonesia bisa memiliki sebuah film yang tidak
hanya menghibur tetapi juga mendidik?”, maka ini adalah jawabannya.
Ketika film sejenis mencoba menginspirasi para penonton dengan
iming-iming yang menggiurkan, maka Riri Riza memertahankan film untuk
tetap berceloteh di jalur yang realistis. Bahkan, film yang dihiasi
dengan gambar-gambar, musik-musik, dan performa akting yang serba
natural (namun cantik) ini tidak sekadar menjadi tontonan yang edukatif
dan inspiratif melainkan juga informatif. Sokola Rimba memberikan pandangan baru, wawasan, serta membuka hati dan mata, kepada para penonton.
Jika Anda mengira Hari Ini Pasti Menang
adalah sebuah film tentang sepakbola biasa yang menjual mimpi-mimpi
besar, maka Anda salah besar. Andibachtiar Yusuf dan Swastika Nohara
mengajak penonton untuk menelusuri lebih jauh dengan menilik sisi gelap
dari olahraga terpopuler di Indonesia ini. Hari Ini Pasti Menang
bukanlah sebuah hiburan kosong yang dapat menguap begitu saja seiring
berjalannya waktu kala film-film sepakbola dengan penggarapan apik
lainnya bermunculan. Penonton dihadapkan pada setumpuk konflik yang
rumit namun mengikat dan memikat yang merupakan refleksi dari apa yang
sesungguhnya terjadi dalam dunia persepakbolaan. Beberapa fakta
mencengangkan dihamparkan. Betapa olahraga pun dapat dijadikan sebagai
ladang untuk ‘bermain kotor’.
Meski Cinta Dalam Kardus
mengais jumlah penonton paling rendah di antara ketiga film yang
menampilkan Raditya Dika tahun lalu, namun justru inilah karya terbaik
dari seorang Raditya Dika. Salman Aristo berhasil menghidangkan Cinta Dalam Kardus
sebagai sebuah sajian yang tidak hanya unik secara konsep dan kemasan,
namun juga mengandung humor yang begitu segar, menghibur, manis, serta
menghangatkan hati. Ditilik dari sisi penceritaan, Raditya Dika jelas
terlihat lebih matang di sini. Menyenangkan sekali melihat bagaimana
Dika dengan santainya melalui tokoh Miko menyentil kesana kemari,
bermain-main, khususnya (tentu saja) mengenai relationship.
Perspektifnya terhadap hubungan asmara memang terkadang terkesan
nyeleneh, tapi seringkali jika direnungkan lebih mendalam, ada
benarnya.
#2 What They Don’t Talk About When They Talk About Love
Siapa
bilang film yang menempatkan tokoh-tokoh penyandang disabilitas di
posisi sentral harus selalu diisi derai mata untuk meminta belas kasih
penonton? Siapa bilang kisah cinta remaja harus selalu identik dengan
sesuatu yang menye-menye dan serba klise? Dan... siapa bilang arthouse movie
harus selalu berat untuk dilahap? Tengoklah apa yang telah diperbuat
oleh Mouly Surya dalam film panjang keduanya yang begitu memesona, What They Don’t Talk About When They Talk About Love.
Tak ada permohonan belas kasihan dari para penyandang disabilitas, tak
ada kisah cinta remaja yang begitu-begitu saja, dan tak ada sekalipun
menit yang begitu berat untuk dilalui. Sebaliknya, dia mampu menyulap
premis seputar cinta monyet yang telah karatan menjadi sesuatu yang
begitu unik, cerdas, jenaka, liar, manis, pedih, namun tetap ringan dan
menyenangkan untuk disimak.
9 Summers 10 Autumns
menjadi sebuah film yang sangat personal bagi saya, dan saya yakin,
bagi kebanyakan penonton lain. Saya seperti tengah melihat kilasan balik
dari kehidupan saya semasa kecil, serta sedikit kehidupan saat ini.
Bukan sekadar sebuah kisah tentang from zero to hero, tapi ini adalah everybody’s story.
Tidak hanya terenyuh dan merasa pedih, tetapi sesekali juga tertampar.
Ifa Isfansyah berhasil menyuguhkan sebuah sajian yang bersahaja, penuh
kehangatan, dan luar biasa cantik. Ini adalah sebuah tontonan yang akan
dengan mudah mempermainkan emosi Anda sepanjang film terutama jika Anda
adalah seseorang yang mencintai keluarga lebih dari apapun.
No comments:
Post a Comment